Lagi Ramai Soal HGU, Memang Apa Sih HGU?

    2019-02-22

Kartono, S.H.I, MH

Oleh:

Kartono, S.H.I, MH

Akademisi, Advokat dan Konsultan Hukum Properti Syariah

HarianProperty.com-Pasca debat presiden yang berlangsung Minggu (17/2/2019) malam, suasana perdebatan di media sosial masih memanas diantara dua kubu calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto terkait pembahasan isu agraria. Di tengah penyampaian gagasannya, paslon nomor urut 01 menyebut rivalnya, memiliki lahan yang sangat luas di Kalimantan Timur 220 ribu Hektare dan 120 ribu hektare di Aceh Tengah. Hal ini diakui Prabowo bahwa tanah yang dimilikinya itu berstatus HGU (hak guna usaha). Karena itu, lanjut dia, tanah tersebut bisa sewaktu-waktu diambil negara.

Nah, apa sih yang dimaksud Hak Guna Usaha ( HGU )

HGU berdasarkan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA), adalah hak khusus untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, untuk perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. Terhadap HGU tidak dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain namun dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. HGU pun tidak dapat diberikan kepada orang-orang asing, sedangkan terhadap badan-badan hukum yang bermodal asing hanya dimungkinkan dengan pembatasan sebagaimana disebutkan dalam pasal 55.

Dalam pasal 28 ayat 2 disebutkan bahwa hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.

Terkait jangka waktu penggunaan HGU, menurut pasal 29 ayat 1 UU No.5/1960, hak guna usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. Bagi perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. Pada prinsipnya, hak guna usaha yang dibatasi oleh waktu tersebut dapat diperpanjang misalnya untuk perkebunan kelapa sawit yang merupakan tanaman berumur panjang masa produktifnya.

Dasar pemahaman HGU, untuk anda ketahui:

  • HGU diberikan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) berdasarkan penetapan pemerintah
  • Warga Negara Asing (WNA) tidak dapat memiliki HGU
  • Luas tanah HGU dapat diberikan minimal 5 hektar, jika luas tanah yang dimohonkan HGU mencapai 25 hektar atau lebih, maka penggunaan HGU-nya harus menggunakan investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai perkembangan zaman.

 

Bagaimana cara mengajukan permohonan HGU?

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan, berikut ini adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan jika ingin mengajukan permohonan hak guna usaha secara tertulis kepada Kantor Pertanahan, yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang dimaksud.

  1. Keterangan mengenai pemohon.
  2. Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan.
  3. Apabila badan hukum: nama badan hukum, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  4. Informasi tentang tanah yang mencakup data yuridis dan data fisik.
  5. Dasar penguasaan. Informasi ini dapat berupa akta pelepasan bekas tanah adat, pelepasan kawasan hutan, maupun surat bukti perolehan tanah lainnya.
  6. Letak, batas-batas, dan luas tanah (jika sudah ada surat ukur sebukan tanggal dan nomornya).
  7. Jenis usaha (pertanian, perikanan atau peternakan).
  8. Lain-lain
  9. Informasi tentang jumlah bidang, luas, dan status tanah yang dimiliki, termasuk bidang tanah yang diajukan.
  10. Keterangan lain yang dianggap perlu.

Dokumen-dokumen yang perlu dilampirkan terkait pengajuan permohonan hak guna usaha antara lain:

  1. Fotokopi identitas permohonan atau akta pendirian perusahaan yang telah memperoleh pengesahan dan telah didaftarkan sebagai badan hukum.
  2. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang.
  3. Izin lokasi atau dokumen perizinan penunjukan penggunaan tanah atau surat izin pencadangan tanah sesuai rencana tata ruang wilayah.
  4. Dokumen bukti kepemilikan atau bukti perolehan tanah. Misalnya surat pelepasan kawasan hutan dari instansi berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat, atau surat-surat bukti perolehan tanah lain.
  5. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) atau surat persetujuan dari Presiden bagi Penanaman Modal Asing tertentu atau surat persetujuan prinsip dari Departemen Teknis bagi non Penanaman Modal Dalam Negeri atau Penanaman Modal Asing.
  6. Surat ukur apabila ada.

Sumber:

 

Comment

Comodo SSL